Maju Pilkada, Pj Kepala Daerah Harus Mundur 5 Bulan Sebelum Pelaksanaan


CAHAYASERELO.COM
- Berbagai isu strategis terkait pelaksanaan pilkada dan tata kelola pemerintah daerah (pemda) dibahas dalam rapat koordinasi (rakor) secara virtual. Dipimpin langsung Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian.

Rakor itu diikuti seluruh kepala daerah, termasuk Penjabat (Pj) Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Agus Fatoni dan para bupati/wali kota. Mendagri menjelaskan dua tujuan diadakan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pilkada Serentak 2024.  

Pertama, untuk mensinkronisasikan program pemerintah pusat dan daerah. Selama ini terjadi ketidaksinkronan pemerintahan baik secara vertikal maupun horizontal karena waktu pemilihan yang berbeda. 

Kedua,  keinginan untuk dilaksanakannya pilkada serentak di seluruh Indonesia agar paralel dengan masa pemerintahan di tingkat pusat (presiden) dengan pemprov (gubernur dan DPRD provinsi) serta pemkab/pemkot (bupati/wali kota dan DPRD kabupaten/kota).

Kaitannya dengan pilkada, Tito mengingatkan seluruh Pj kepala daerah yang saat ini memimpin untuk tidak melakukan politik praktis. 

Menurutnya, tidak ada larangan bagi para Pj kepala daerah baik gubernur, bupati atau wali kota untuk mencalonkan diri menjadi kepala daerah definitif lewat pilkada. 

Namun, Mendagri dengan tegas mengingatkan mereka untuk tidak memanfaatkan posisi dan jabatan sebagai Pj untuk mengambil langkah tersebut.  

"Ada beberapa yang mau running, silakan. Untuk menjadi gubernur, bupati, wali kota dan lain-lain itu hak politik, tidak ada larangan. Tapi jangan memanfaatkan jabatan Pj dengan vulgar untuk politik praktis, untuk mengambil kekuasaan," pesannya.

Mendagri berharap kepada para Pj kepala daerah yang mendapatkan penugasan dari pusat untuk melaksanakan tugas dengan baik. Mendagri juga mewanti-wanti mereka agar tidak dituntut mundur atau bermasalah dengan hukum sekaligus mengecewakan publik.

Untuk itu, Tito menegaskan kalau Pj kepala daerah yang mau maju pilkada harus mundur dari jabatannya. "Penjabat kepala daerah harus mundur 5 bulan sebelum pelaksanaan pilkada, jika ingin ikut pilkada," tegasnya.

Kata Tito, Pj ditunjuk pemerintah pusat sebagai pengisi kekosongan pimpinan daerah. Karena itu, tidak boleh menggunakan jabatan untuk politik praktis. "Seluruh penjabat kepala daerah harus bersikap netral dalam pelaksanaan pilkada," tegasnya.

Netralitas penjabat kepala daerah dalam pilkada diatur UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota, menjadi Undang-Undang yang ditetapkan tanggal 1 Juli 2016.

Pada pasal 7 ayat (2) huruf q, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon wali kota dan wakil wali kota harus memenuhi persyaratan. 

Persyaratan itu disebutkan pada ayat (1). menurut Mendagri, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut huruf q: tidak berstatus sebagai penjabat gubernur, penjabat bupati dan penjabat wali kota. 

Ketentuan pada regulasi tersebut, ucap Tito, untuk mencegah penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota mencalonkan diri menjadi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota atau wakil wali kota.

Kemudian, Mendagri juga mengimbau kepada Pj kepala daerah untuk tidak mengurangi ketegasan sebagai pemimpin agar roda pembangunan, pemerintahan serta pelayanan publik dapat berjalan dengan baik sebagai bukti keadiran negara.  

"Makanya perilaku rekan-rekan (Pj) yg harus sesuaikan dengan tujuan-tujuan itu," pintanya.

Mendagri juga mewanti-wanti seluruh Pj kepala daerah agar tidak terlibat kasus hukum. Performa mereka dapat dilihat hasil kerjanya secara nyata melalui pembangunan daerah yang dipimpinnya.  

"Saat evaluasi akhir masa jabatan terlihat bagus. Ini bukti ilmiah dan akan menentukan sistem pemerintahan sebaiknya seperti apa ke depan," jelasnya. 

Oleh karena itu, dia meminta para Pj kepala daerah sebagai bagian dari eksperimen berdasarkan studi pengalaman agar bekerja lebih baik dari kepala daerah definitif.

 Dengan demikian diharapkannya para Pj dapat menjadi role model bagi kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2024.  "Caranya bisa membangun hubungan baik dengan semua pihak dan bangun suasana yang sejuk dan  disukai publik, disukai para elite. Maka itu mungkin akan memengaruhi sistem rekrutmen kepala daerah ke depan," tambahnya.  

Mendagri juga mengingatkan para Pj kepala daerah untuk rutin melakukan rapat bersama stakeholder terkait maupun Forkopimda serta asosiasi pedagang dalam rangka pengendalian inflasi. Selain itu menjaga situasi kondusif dan meningkatkan toleransi selama bulan Ramadan dan Hari Raya Idulfitri 1445 H.  

"Sedapat mungkin jangan ada gangguan. Jika ada gangguan sekecil apa pun, segera atasi agar tidak sampai membesar," instruksi Mendagri.

Terpisah, pengamat politik Bagindo Togar menegaskan, Pj gubernur, Pj bupati/wali kota yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah memang sudah seharusnya mundur dari jabatan selambat-lambatnya Mei 2024.

“Waktu pengunduran minimal bulan 5 sudah ideal sehingga yang bersangkutan ketika mengundurkan diri tidak lagi menggunakan fasilitas negara,” imbuhnya. Hanya saja yang sering terjadi, kebanyakan enggan mundur. Kalaupun mundur, biasanya di pengujung jabatan.

Bagindo sependapat dengan penegasan Mendagri yang melarang para Pj menggunakan kekuasannya untuk maju pada pilkada 2024. “Memang tidak boleh seorang calon menggunakan fasilitas negara, apalagi fasilitas jabatannya sebagai seorang Pj di daerah tersebut,” tukas dia. (*)