Belanja Pegawai Tidak Boleh Melebihi 30 Persen


CAHAYASERELO.COM, Palembang
- Pemerintah daerah (pemda) di Indonesia menargetkan alokasi belanja pegawai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) hanya sebesar 30 persen dari total APBD. 

Saat ini, beberapa daerah telah melebihi angka tersebut, bahkan ada yang mencapai lebih dari 50 persen. Aturan ini didasarkan pada Undang-Undang (UU) No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Sumatera Selatan, SA Supriono, menjelaskan bahwa alokasi belanja pegawai tidak boleh melebihi 30 persen dari APBD, yang meliputi gaji pegawai. Untuk mencapai target ini, pemda akan melakukan pengetatan dan merancang kembali sistem penggajian pegawai.

Menteri Keuangan Sri Mulyani telah memberikan peringatan dan pedoman tentang batas penggunaan APBD tersebut. 

UU HKPD juga terkait dengan Peraturan BKN 3/2023 dan Peraturan BKN 4/2023, di mana sistem kenaikan pangkat (KP) Pegawai Negeri Sipil (PNS) akan mengalami perubahan. 

Periode kenaikan pangkat PNS yang sebelumnya hanya dua kali setahun, yaitu pada tanggal 1 April dan 1 Oktober, akan diubah menjadi enam periode setahun, yaitu pada tanggal 1 Februari, 1 April, 1 Juni, 1 Agustus, 1 Oktober, dan 1 Desember setiap tahun. 

Ini bertujuan untuk memberikan kesempatan lebih besar bagi PNS untuk meningkatkan pangkat mereka.

Supriono menjelaskan bahwa kenaikan pangkat PNS akan didasarkan pada pencapaian e-kinerja dan absensi pegawai, yang akan diukur secara sistematis dan tidak lagi secara manual. 

Penilaian juga akan berdasarkan sistem ekosistem, di mana penilaian kinerja di tingkat bawah akan memengaruhi penilaian di tingkat atas. Hal ini juga akan memengaruhi jabatan Sekda yang mengawasi Sekretariat Daerah (Setda).

Periode kenaikan pangkat yang disusun harus sejalan dengan pencapaian kinerja yang optimal. Sistem ini akan mengungkapkan kebutuhan jumlah pegawai yang sesuai dengan kinerja instansi tersebut. 

Dengan demikian, pemda dapat mengalokasikan pegawai dengan lebih efisien sesuai dengan kebutuhan masing-masing instansi.

Konsep ini juga mencakup penyetaraan kinerja di semua tingkatan, sejalan dengan visi Presiden Joko Widodo di mana birokrasi harus memberikan dampak positif dan manfaat kepada masyarakat. 

Setiap PNS akan memiliki rasio yang jelas, seperti contoh di Kementerian Kesehatan di mana satu bidan melayani 200 orang.

Selain berdampak pada instansi, kinerja PNS yang kurang optimal akan memengaruhi gaji dan Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) mereka. 

Hal ini merupakan bagian dari reformasi birokrasi yang bertujuan untuk menciptakan PNS yang lebih profesional.

Dengan adanya sistem yang lebih transparan dan berbasis kinerja, diharapkan birokrasi dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.