Dampak Turunnya Harga Batubara, Ratusan Pekerja di Lahat Dirumahkan

Andri Kurniawan SE

CAHAYASERELO.COM, Lahat
- Pasar batubara Indonesia menghadapi tantangan serius pada bulan Agustus tahun ini dengan turunnya harga batubara yang signifikan. Dampaknya tidak hanya terasa pada perusahaan tambang batubara, tetapi juga pada ratusan pekerja di Kabupaten Lahat yang terpaksa dirumahkan atau di-PHK (pemutusan hubungan kerja).

Menurut laporan yang diterima oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Lahat, banyak pekerja dari sejumlah perusahaan batubara yang terkena dampak langsung dari penurunan harga batubara ini. Kepala Disnakertrans Lahat, Mustofa Nelson, mengonfirmasi situasi ini melalui Kabid Hubungan Industri dan Jamsostek, Andri Kurniawan SE.

Menurut Andri, salah satu faktor utama yang menyebabkan pemutusan hubungan kerja dan pemulangan pekerja adalah tingginya pasokan batubara dari Australia yang membanjiri pasar. Hal ini mengakibatkan pengusaha batubara di Indonesia kesulitan menjual batubara mereka, kecuali bagi perusahaan yang telah mengikat kontrak penjualan sebelumnya.

Dalam perkembangan terkini, dua perusahaan, yaitu PT Bina Sarana Sukses (BSS) dan Bomba Grup, telah melaporkan secara tertulis kepada Disnakertrans Lahat. PT BSS melaporkan bahwa sebanyak 180 pekerja mereka terdampak, dengan 60 di antaranya terpaksa di-PHK dan 120 lainnya dirumahkan sementara.

Selain itu, beberapa perusahaan lainnya, seperti anak perusahaan PT Bara Anugrah Sejahtera dan anak perusahaan dari PT BME, telah menyampaikan laporan secara lisan kepada pihak berwenang. Diharapkan, mereka akan segera mengajukan laporan tertulis mengenai situasi pekerja mereka.

Menariknya, hingga saat ini, belum ada laporan yang masuk dari pihak pekerja. Pekerja yang dirumahkan masih menerima gaji pokok dan tunjangan sesuai dengan peraturan perusahaan. Namun, jika situasi harga batubara tetap buruk dalam dua bulan ke depan, perusahaan mungkin akan terpaksa merumahkan karyawan lagi, dengan kemungkinan hanya dapat membayar 70 persen dari gaji pokok. Hal ini, menurut Andri, akan tetap sesuai dengan peraturan perusahaan dan tidak akan melanggar hak-hak pekerja.

Situasi ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh industri batubara di Indonesia. Para pekerja, perusahaan, dan pemerintah diharapkan dapat bekerja sama untuk mengatasi dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh fluktuasi harga komoditas seperti batubara, serta untuk mencari solusi jangka panjang yang lebih berkelanjutan dalam mengelola sektor ini. (*)