CAHAYASERELO.COM, Jakarta – Advokat Mohamad Anwar menggugat KUHP Nasional ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab Mohamad Anwar menilai Pasal 509 KUHP Nasional mengkriminalisasi profesi advokat sehingga regulasi itu bertentangan dengan UUD 1945.
Pasal 509 KUHP Nasional itu berbunyi:
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III:
a. Advokat yang memasukan atau meminta memasukan dalam surat gugatan atau surat permohonan cerai atau permohonan pailit, keterangan tentang tempat tinggal atau kediaman tertugat atau debitur, padahal diketahui atau patut diduga bahwa keterangan tersebut bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya.
b.Suami atau istri yang mengajukan gugatan atau permohonan cerai yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat atau sebagaimana dimaksud dalam huruf a; atau
c. Kreditur yang mengajukan permohonan pailit yang memberikan keterangan yang bertentangan dengan keadaan yang sebenarnya kepada advokat sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
Mohamad Anwar memberikan kuasa ke Viktor Santoso Tandiasa. Mohamad Anwar meminta pasal di atas dihapuskan.
“Menyatakan Pasal 509 UU Nomor 1/2023 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” demikian bunyi permohonan Mohamad Anwar dalam berkas permohonan yang dilansir website MK, Minggu (30/4/2023).
Sebab dalam batas penalaran yang wajar, kesalahan pidana dalam Pasal 509 KUHP Nasional adalah pada pemberi keterangan (klien), bukan pada advokat. Sehingga sangat tidak tepat advokat ikut dipidana karena keterangan palsu klien. Pemohon mendalilkan Pasal 509 KUHP Nasional bertentangan dengan:
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan:
Negara Indonesia adalah Negara Hukum
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan:
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan:
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, Kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
“Ketentuan norma Pasal 509 UU /2023 telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil serta menimbulkan ancaman serta ketakutan bagi advokat dalam menjalankan tugas profesinya dan mengancam harkat dan martabat kehormatan advokat,” ungkapnya.
Di mana advokat adalah satu dari Catur Wangsa Penegak Hukum yang oleh UU Advokat diberikan imunitas di mana advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien dalam sidang pengadilan.
“Seorang advokat mendapatkan imunitas saat menjalankan tugas dengan adanya surat kuasa dari pemberi kuasa (klien) berdasarkan itikad baik. Artinya saat advokat sudah mendapatkan kuasa dari klien, dalam menjalankan tugas untuk kepentingan pembelaan klien, selama didasari dengan adanya itikad baik baik di dalam ataupun di luar pengadilan, maka apa yang dilakukan advokat tersebut tidak dapat di tuntut baik secara perdata ataupun pidana,” urainya.
Mohamad Anwar selaku Ketua DPD Kongres Advokat Indonesia (KAI) Banten menyatakan memiliki tanggung jawab untuk mengayomi dan melindungi anggota-anggotanya dalam menjalankan tugas secara baik dan benar sesuai dengan kode etik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun ketentuan norma Pasal 509 KUHP Nasional tentunya akan terkena tidak hanya kepada Mohamad Anwar, namun juga advokat-advokat yang bernaung di bawah kepemimpinan pemohon yang juga akan mengalami kerugian yang sama.
“Karena dengan berlakunya ketentuan norma Pasal 509 UU 1/2023, pemohon tidak mendapatkan jaminan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjadi prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945,” tegasnya.
(*)